4.1 INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISASI
Pengertian Pemuda
Pemuda merupakan salah satu
komponen penting bangsa ini. Angka pemuda yang mencapai 65 juta jiwa menunjukkan
bahwa jumlah pemuda sangatlah signifikan dalam setiap dinamisasi perubahan
bangsa. Pemuda selain menjadi aset ekonomi, karena tergolong dalam usia
produktif (berdasarkan Undang-Undang Kepemudaan usia pemuda adalah 16 – 30
tahun), juga merupakan aset dalam bidang ideologi, politik, sosial dan budaya.
Jadi selain secara kategori ekonomi, pemuda juga menjadi bagian dari kategori
sosial.
Menurut David A. Goslin
berpendapat “Sosialisasi adalah proses belajar yang di alami seseorang untuk
memperoleh pengetahuan ketrampilan, nilai-nilai dan norma-norma agar ia dapat
berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakatnya.” Dari pernyataan
David A. Goslin tersebut dapat disimpulkan bagaimana seseorang didalam proses
belajar, memahami, menanamkan didalam dirinya untuk memperoleh pengetahuan
ketrampilan, nilai-nilai dan norma-norma agar individu tersebut dapat diterima
serta berperan aktif didalam kelompok masyarakat.
Setelah berinteraksi dengan
individu lain yang berada disekitarnya atau bersosialisasi dengan lingkungannya
barulah individu tadi dapat berkembang. Dalam keadaan yang normal, maka lingkungan
pertama yang berhubungan dengan anaknya adalah orang tuanya. Melalui lingkungan
itulah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku
sehari-hari, melalui lingkungan itulah anak mengalami proses sosialisasi awal.
Lewat proses-proses sosialisasi,
individu-individu masyarakat belajar mengetahui dan memahami tingkah pekerti-tingkah
pekerti apakah yang harusdilakukan dan tingkah pekerti-tingkah pekerti apa
pulakah yang harus tidakdilakukan (terhadap dan sewaktu berhadapan dengan orang
lain) di dalam masyarakat. Ringkas kata, lewat sosialisasi warga masyarakat
akan saling mengetahui peranan masing-masing dalam masyarakat, dan kemudian
dapat bertingkah pekerti sesuiai dengan peranan sosial masing-masing itu. Tepat
sebagaimana yang diharapkan oleh norma-norma sosial yang ada, dan selanjutnya mereka-mereka
akan dapat saling menyerasikan serta menyesuaikan tingkah pekerti masing-masing
sewaktu melakukan interaksi-interaksi sosial.
Internalisasi belajar dan sosialisasi
Secara
sosiologis, Scott (1971, hlm. 12) menyatakan pendapatnya tentang internalisasi
yakni:
“Internalisasi melibatkan
sesuatu yakni ide, konsep dan tindakan yang bergerak dari luar ke suatu tempat
di dalam mindah (pikiran) dari suatu kepribadian. Struktur dan kejadian dalam
masyaarakat lazim membentuk pribadi yang dalam dari seseorang sehingga terjadi
internalisasi”
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa
internalisasi merupakan suatu proses pemahaman oleh individu yang melibatkan
ide, konsep serta tindakan yang terdapat dari luar kemudian bergerak ke dalam
pikiran dari suatu kepribadian hingga individu bersangkutan menerima nilai
tersebut sebagai norma yang diyakininya, menjadi bagian pandangannya dan tindakan
moralnya.
Sosialisasi dibagi menjadi dua:
sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam
masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi
total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut,
terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat
luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang
terkukung, dan diatur secara formal.
Sosialisai
primer
Peter L. Berger dan Luckmann
mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani
individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum
masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga.
Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar
keluarganya.
Dalam tahap ini, peran
orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak
melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak
akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara
anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
Sosialisasi
sekunder
Sosialisasi sekunder adalah
suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan
individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya
adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang
diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi,
seseorang mengalami ‘pencabutan’ identitas diri yang lama.
Internalisasi adalah proses
norma-norma kemasyarakatan yang tidak berhenti sampai institusionalisasi
saja,akan tetapi mungkin norma-norma tersebut sudah mendarah daging dalam jiwa
anggota-anggota masyarakat. Norma-norma ini kadang dibedakan antara norma-norma
;
–
Norma-norma
yang mengatur pribadi yang mencakup norma kepercayaan yang bertujuan agar
manusia berhati nurani yang bersih.
–
Norma-norma
yang mengatur hubungan pribadi, mencakup kaidah kesopanan dan kaidah hukum
serta mempunyai tujuan agar manusia bertingkah laku yang baik dalam pergaulan
hidup dan bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup.
·
Tahap
persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami
sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal
dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap
ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata
“makan” yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan “mam”.
Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak
memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang
dialaminya.
·
Tahap
meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai
dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan
oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri
dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari
tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari
anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain
juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia
berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut
merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya
diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak,
orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
·
Tahap
siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang
dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung
dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada
posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan
bermainsecara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela
keluargadan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan
berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai
berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang
berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan
dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarganya.
·
Tahap
penerimaan norma kolektif (Generalized
Stage/Generalized other)
Pada tahap ini
seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada
posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa
tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan
masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan
bekerja sama–bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya– secara mantap.
Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat
dalam arti sepenuhnya.
Dalam proses pembangunan bangsa,
pemuda merupakan kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan sebagai
perwujudan dari fungsi, peran, karakteristik, dan kedudukannya yang strategis
dalam pembangunan nasional. Untuk itu, tanggung jawab dan peran strategis
pemuda di segala dimensi pembangunan perlu ditingkatkan dalam kerangka hukum
nasional sesuai dengan nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berasaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kebhinekaan, demokratis,
keadilan, partisipatif, kebersamaan, kesetaraan, dan kemandirian.
4.2 PEMUDA DAN IDENTITAS
Pola dasar pembinaan dan
pembangunan generasi muda ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dalam Keputusan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan nomor : 0323/U/1978 tanggal 28
oktober 1978. Tujuannya agar semua pihak yang turut serta dan berkepentingan
dalam poenanganannya benar-benar menggunakannya sebagai pedoman sehingga
pelaksanaanya dapat terarah, menyeluruh dan terpadu serta dapat mencapai
sasaran dan tujuan yang dimaiksud.
Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan :
Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan :
1.
Landasan
Idiil : Pancasila
2.
Landasan
Konstitusional : Undang-undang dasar 1945
3.
Landasan
Strategi : Garis-garis Besar Haluan Negara
4.
Landasan
Histories : Sumpah Pemuda dan Proklamasi
5.
Landasan
Normatif : Tata nilai ditengah masyarakat.
Motivasi asas pembinaan dan
pengembangan generasi muda bertumpu pada strategi pencapaian tujuan nasional, seperti
disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 alinia IV. Atas dasar kenyataan ini,
diperlukan penataan kehidupan pemuda sehingga mereka mampu memainkan peranan
yang penting dalam masa depan sekalipun disadari bahwa masa depan tersebut
tidak berdiri sendiri. Masa depan adalah lanjutan masa sekarang, dan masa
sekarang adalah hasil masa lampau. Dalam hal ini, pembinaan dan pengembangan
generasi muda haruslah menanamkan motivasi kepekaan terhadap masa datang
sebagai bagian mutlak masa kini.
Kepekaan terhadap masa datang
membutuhkan pula kepekaan terhadap situasi-situasi lingkungan untuk
merelevansikan partisipannya dalam setiap kegiatan bangsa dan negara. Untuk
itu, kualitas kesejahteraan yang membawa nilai-nilai dasar bangsa merupakan
faktor penentu yang mewarnai pembinaan generasi muda dan bangsa dalam memasuki
masa datang. Tanpa ikut sertanya generasi muda, tujuan pembangunan ini sulit
tercapai. Hal ini bukan saja karena pemuda merupakan lapisan masyarakat yang
cukup besar, tetapi tanpa kegairahan dan kreativitas mereka, pembangunan jangka
panjang dapat kehilangan keseimbangannya. Apabila pemuda masa sekarang terpisah
dari persoalan masyarakatnya, sulit terwujud pemimpin masa datang yang dapat
memimpin bangsanya sendiri.
Dalam hal ini, pembinaan dan pengembangan generasi muda menyangkut dua pengertian pokok, yaitu :
Dalam hal ini, pembinaan dan pengembangan generasi muda menyangkut dua pengertian pokok, yaitu :
1.
Generasi
muda sebagai subjek pembinaan dan pengembangan adalah mereka yang telah
memiliki bekal dan kemampuan serta landasan untuk mandiri dan ketrlibatannya
pun secara fungsional bersama potensi lainnya guna menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi bangsa.
2.
Generasi
muda sebagai objek pembinaan dan pengembangan adalah mereka yang masih
memerlukan pembinaan dan pengembangan kea rah pertumbuhan potensi dan kemampuan
ketingkat yang optimal dan belum dapat bersikap mandiri yang melibatkan secara
fungsional.
Dua pengertian pokok pembinaan dan pengembangan generasi muda
Pola dasar pembinaan & perkembangan generasi muda
Pola dasar pembinaan dan
pembangunan generasi muda ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dalam Keputusan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan nomor : 0323/U/1978 tanggal 28
oktober 1978. Tujuannya agar semua pihak yang turut serta dan berkepentingan
dalam poenanganannya benar-benar menggunakannya sebagai pedoman sehingga
pelaksanaanya dapat terarah, menyeluruh dan terpadu serta dapat mencapai
sasaran dan tujuan yang dimaiksud.
Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda disusun
berlandaskan :
1.
Landasan
Idiil : Pancasila
2.
Landasan
Konstitusional : Undang-undang dasar 1945
3.
Landasan
Strategi : Garis-garis Besar Haluan Negara
4.
Landasan
Histories : Sumpah Pemuda dan Proklamasi
5.
Landasan
Normatif : Tata nilai ditengah masyarakat.
Motivasi asas pembinaan dan
pengembangan generasi muda bertumpu pada strategi pencapaian tujuan nasional,
seperti disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 alinia IV.
Atas dasar kenyataan ini,
diperlukan penataan kehidupan pemuda sehingga mereka mampu memainkan peranan
yang penting dalam masa depan sekalipun disadari bahwa masa depan tersebut
tidak berdiri sendiri. Masa depan adalah lanjutan masa sekarang, dan masa
sekarang adalah hasil masa lampau. Dalam hal ini, pembinaan dan pengembangan
generasi muda haruslah menanamkan motivasi kepekaan terhadap masa datang
sebagai bagian mutlak masa kini. Kepekaan terhadap masa datang membutuhkan pula
kepekaan terhadap situasi-situasi lingkungan untuk merelevansikan partisipannya
dalam setiap kegiatan bangsa dan negara. Untuk itu, kualitas kesejahteraan yang
membawa nilai-nilai dasar bangsa merupakan faktor penentu yang mewarnai
pembinaan generasi muda dan bangsa dalam memasuki masa datang.
Tanpa ikut sertanya generasi muda, tujuan pembangunan ini
sulit tercapai. Hal ini bukan saja karena pemuda merupakan lapisan masyarakat
yang cukup besar, tetapi tanpa kegairahan dan kreativitas mereka, pembangunan
jangka panjang dapat kehilangan keseimbangannya.
Apabila pemuda masa sekarang terpisah dari persoalan
masyarakatnya, sulit terwujud pemimpin masa datang yang dapat memimpin
bangsanya sendiri.
Dalam hal ini, pembinaan dan pengembangan generasi muda
menyangkut dua pengertian pokok, yaitu :
1. Generasi muda sebagai subjek pembinaan dan pengembangan
adalah mereka yang telah memiliki bekal dan kemampuan serta landasan untuk
mandiri dan ketrlibatannya pun secara fungsional bersama potensi lainnya guna
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi bangsa.
2. Generasi muda sebagai objek pembinaan dan pengembangan
adalah mereka yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah
pertumbuhan potensi dan kemampuan ketingkat yang optimal dan belum dapat
bersikap mandiri yang melibatkan secara fungsional.
Masalah yang cukup serius dan tidak
henti-hentinya dibicarakan oleh berbagai kalangan adalah masalah generasi muda
sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dengan berbagai konsekuensi
yang menyertainya. Generasi yang siap atau tidak akan mengambil alih tanggung jawab
kepemimpinan, mulai dari kepemimpinan rumah tangga sampai kepemimpinan bangsa
dan negara. Keadaan yang demikian mengharuskan adanya upaya pembinaan yang
dilaksanakan secara kontinyu, terprogram dan terarah, agar potensi yang mereka
miliki dapat berkembang secara optimal menjadi kekuatan konkret.
Generasi muda dengan kepribadian
yang belum stabil, emosional, gemar meniru dan mencari-cari pengalaman baru,
serta konflik jiwa yang dialaminya, merupakan sasaran utama orang, organisasi
atau bangsa tertentu untuk mengaburkan nilai-nilai moral yang akan dijadikan
pegangan dalam menata masa depan mereka.
Potensi yang terdapat pada generasi muda yang perlu
dikembangkan adalah sebagai berikut :
1.
Idealisme dan daya kritis
Secara sosiologis generasi muda belum mapan dalam tatanan
yang ada sehingga dia dapat melihat kekurangan dalam tatanan tersebut dan
secara wajar mampu mencari gagasan baru sebagai alternatif kearah perwujudan
kearah tatanan yang lebih baik
2.
Dinamika dan kreatifitas
Adanya idealisme pada generasi muda mnyebabkan mereka
mimiliki potensi kedinamisan dan kreatifitas, yakni kemampun dan kesediaan
untuk mengadakan perubahan, pembaharuan dan penyempurnaan kekurangan yang ada
ataupun mengungkapkan gagasan yang baru
3.
Keberanian mengambil resiko
Perubahan dan pembaharua termasuk pembangunan mengandung
resiko dapat meleset terhambat atau gagal. Namun mengambil resiko itu
diperlukan jika ingin memperoleh kemajuan.
4.
Optimis dan kegairahan semangat
Kegagalan tidak menyebabkan generasi mudah patah semangat.
Optimisme dan kegairahan semangat yang dimiliki generasi muda merupakan daya
pendorong untuk mencoba maju lagi.
5.
Sikap kemandirian dan disiplin murni
Generasi memiliki keinginan untuk selalu mandiri dalam sikap
dan tindakannya. Sikap kemandirian itu perlu dilengkapi kesadaran disiplin
murni pada dirinya agar mereka dapat menyadari batas-batas yang wajar dan
memiliki tenggang rasa.
6.
Terdidik
Walaupun dengan memperhitungkan faktor putus sekolah, secara
menyeluruh baik dalam arti kuantitatif maupun dalam arti kualitatif, generasi
muda secara relatif lebih terpelajar karena lebih terbukanya kesempatan belajar
dari generasi pendahulunya.
7.
Keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan
Keanekaragaman generasi muda merupakan cermin keanekaragaman
masyarakat kita. Keanekaragaman tersebut dapat menjadi hambatan jika dihayati
secara sempit dan eksklusif, tapi dapat merupakan potensi dinamis dan kreatif
sehingga merupakan sumber yang besar untuk kemajuan bangsanya. Maka para pemuda
dapat didorong untuk menampilkan potensinya yang terbaik dan diberi peran yang
jelas serta bertanggung jawab dalam menuju cita-cita bangsa.
8.
Patriotisme dan Nasionalisme
Pemupukan rasa kebangsaan, kecintaan dan turut memiliki
bangsa dan negara dikalangan pemuda perlu ditingkatkan
9.
Fisik kuat dan jumlah banyak
Potensi ini merupakan kenyataan sosiologis dan demografis.
Dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pembangunan bangsa dan negaranya yang
menghendaki pengarahan tenaga dalam jumlah besar.
10.
Sikap kesatria
Kemurnian idealisme, keberanian, semangat pengabdian dan
pengorbanan serta rasa tanggung jawab sosial yang tinggi adalah unsur-unsur
yang perlu dipupuk dan dikembangkan terus menjadi sikap kesatria
11.
Kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi
Para pemuda dapat berperan secara berdaya guna dalam rangka
pengembangan ilmu dan teknologi secara fungsional dapat dikembangkan sebagai
transformator terhadap lingkungannya
Tujuan Pokok Sosialisasi
Beberapa tujuan
sosialisasi adalah:
1)
Setiap individu harus diberi keterampilan yang dibutuhkan
bagi hidupnya kelak di masyarakat
2)
Setiap individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan
mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis dan berbicara.
3)
Pengendalian fungsi-fungsi organik harus dipelajari melalui
latihan-latihan mawas diri yang tepat.
4)
Tiap individu harus dibiasakan dengan nilai-nilai dan
kepercayaan pokok pada masyarakat.
Generasi muda memiliki peranan penting dalam memajukan dan
meningkatkan pembangunan. Begitu banyak potensi yang dimiliki oleh generasi
muda, mereka mampu berkarya dan berekspresi dengan bebas ,tetapi masih dalam
lingkup yang sewajarnya dan tidak menyalahi aturan. Pengembangan potensi
tersebut dapat dimulai dari lingkungan keluarga, orang tua dapat mengembangkan
potensi anak mereka sejak berusia balita, orang tua dapat mengarahkan apa dan
kemana potensi yang dimiliki oleh anak mereka sehingga lahirlah generasi muda
yang memiliki potensi sesuai minat masing-masing anak.
Generasi muda dapat mengembangkan potensi mereka melalui hoby atau kesenangan masing-masing, contohnya jika anak menyukai musik maka ia bisa mengembangkan potensinya dengan membuat sebuah band atau mengikuti kursus bermain musik sehingga potensi anak tersebut redup tanpa ada perkembangan.
Generasi muda dapat mengembangkan potensi mereka melalui hoby atau kesenangan masing-masing, contohnya jika anak menyukai musik maka ia bisa mengembangkan potensinya dengan membuat sebuah band atau mengikuti kursus bermain musik sehingga potensi anak tersebut redup tanpa ada perkembangan.
Potensi generasi muda juga dapat
membangun rasa bangga pada diri sendiri. Keluarga dan negara juga merasa
bangga atas potensi yang dimiliki oleh anggota keluarga atau sebagai
masyarakat. Tapi bagaimana jika generasi muda saat ini mengisi hari mereka
dengan hanya menghabiskan uang orang tua dengan membeli barang-barang yang
tidak terlalu dibutuhkan, Sex di luar nikah, penyalahgunaan obat narkotika tak
dapat dihindari, mabuk-mabukan (minum-minuman keras), dan masih banyak lagi
hal-hal lain yang sangat menyedihkan. Disinilah peran orang tua sangat
dibutuhkan orang tua dapat mengarahkan sejak dini kemana arah yang paling tepat
dan baik untuk perkembangan anak mereka sehingga generasi muda dapat memiliki
potensi yang sangat berguna bagi nusa dan bangsa.
Di negara-negara maju, salah satu
di antaranya adalah Amerika Serikat, para mahasiswa sebagai bagian generasi
muda, didorong, dirangsang dengan berbagai motivasi dan dipacu untuk maju dalam
berlomba menciptakan suatu ide / gagasan yang harus diwujudkan dalam suatu
bentuk barang, dengan berorientasi pada teknologi mereka sendiri.
Pendidikan adalah pembelajaran
pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau
penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi
juga memungkinkan secara otodidak. Etimologi kata pendidikan itu sendiri
berasal dari bahasa Latin yaitu ducare, berarti “menuntun, mengarahkan, atau
memimpin” dan awalan e, berarti “keluar”. Jadi, pendidikan berarti kegiatan
“menuntun ke luar”. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara
orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan
umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah
menengah dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang.
Sedangkan Perguruan tinggi adalah
satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan
tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut
dosen. Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua:
·
Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi
yang diselenggarakan oleh pemerintah.
·
Perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi
yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
Alasan untuk berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi
- Mencari Pekerjaan.
Alasan
ini paling utama dan mendominasi seseorang untuk berkuliah. Bahkan
dalam persepsi mahasiswa, kuliah membantu untuk memperoleh pekerjaan,
meskipun nantinya pekerjaannya terkadang tak sejalan dengan keilmuan yang
digeluti dalam perguruan tinggi sebelumnya. Ini lumrah terjadi di lapangan.
Pada intinya ingin dapat kerja dan bisa mencukupi kebutuhan hidup.
Belum
lagi beberapa kampus belakangan ini mempromosikan dan menyatakan siap untuk
menghasilkan sarjana yang siap kerja, dengan beragam jaringan lapangan kerja
yang tersebar di perusahaan dalam negeri maupun luar negeri.
- Meningkatkan SDM
Kuliah
untuk belajar dan mau meningkatkan sumber daya manusia, bagi sebagian mahasiswa
saat ini menjadi prioritas kedua setelah posisi pertama di atas yang
mendominasi versi saya pribadi. Jarang terdengar orang kuliah saat ini
benar-benar ingin mau meningkatkan SDM (belajar dengan serius) dan ilmunya bisa
bermanfaat untuk orang banyak.
Mahasiswa
saat ini memang cenderung pragmatis. Meskipun ada, itu pun bisa dihitung dengan
jari. Individualis dan egois, dua sisi sifat ini telah membentuk karakter
manusia yang namanya mahasiswa.
- Status Sosial
Kuliah
bagi sebagian masyarakat yang mampu atau berduit tentu merupakan sebuah
simbol dan lambang “kemampuan”. Kuliah yang masih dipersepsikan sebagai
pendidikan tinggi dengan biaya mahal plus fasilitas pelengkap lainnya adalah
kebanggaan dan kepuasan tersendiri bagi Si orang tua dan Si mahasiswa. Bahkan
ada yang dengan jor-joran “mempublikasikan” keluarga ataupun anak sendiri
kuliah sampai keluar negeri.
- Berorganisasi
Ini
pun menjadi pertimbangan yang cukup besar, mengapa seseorang semangat untuk
kuliah. Selain untuk menjalankan aktivitas perkuliahan yang formal, kegiatan
ekstra atau organisasi untuk mengisi waktu luang sangat memberikan kontribusi
besar terhadap mahasiswa yang bersangkutan.
Bahkan
bagi mahasiswa yang aktif dan serius menekuni organisasi, mampu dan bisa
menjadi modal sekaligus jaminan ketika terjun di lapangan untuk memperoleh
pekerjaan.
- Mencari Relasi
Kuliah
selain berhadapan dengan orang dengan yang berasal dari beragam daerah, suku,
Ras, Agama, kuliah juga sarana tepat untuk mencari relasi baru. Terkadang
kampus dijadikan ruang strategis dalam membangun jaringan, yang bertujuan untuk
mengenal satu sama lainnya yang nantinya akan mengarah pada sebuah tujuan
pasti.
Semakin
banyak memiliki teman (relasi) semakin bagus. Ini bisa dimanfaatkan untuk
mencari beragam informasi yang dibutuhkan oleh Si mahasiswa dikemudian hari.
Apalagi saat ini, pertumbuhan jejaring sosial yang semakin merebak di kalangan
mahasiswa dengan mudah membuat sebuah komunitas di halaman media sosial,
dan saling berinteraksi satu sama lain dengan beragam tujuan, dari membicarakan
aktivitas sehari-hari hingga tawaran pekerjaan. Sangat membantu bukan!
- Partisifasi
Bagi
pelajar yang baru melanjutkan ke jenjang PT, bahkan nyaris tak memiliki tujuan
kenapa harus kuliah sebenarnya hanyalah untuk menghindar dari pekerjaan rumah
ataupun belum siap mencari lapangan pekerjaan. Terkadang mahasiswa seperti ini
hanyalah sekadar ikut-ikutan (partisifasi).
Kuliah
hanya dijadikan sebagai “trendsetter”, gagah-gahan dan agar dianggap keren
(intelek). Sesungguhnya dalam hati kecil tidak sepaham dengan pemikiran
tersebut. Mahasiswa seperti ini cenderung hanya menghambur-hamburkan uang dan
suka berfoya-foya.
Contoh Kasus:
Solusi :
- Selektif dalam Pergaulan
- Memperkuat Pertahanan Spiritual
- Jangan Mencoba
- Miliki Hobby dan Aktivitas Positif
- Berpikir Jangka Panjang
- Ingat Masa Depan
DAFTAR PUSTAKA
Fitriani, Annisa. “Kedudukan Dan
Peranan Pemuda Dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan Dikaitkan Dengan Tanggung Jawab Warga
Negara Dalam Mempertahankan Negara.” Fakultas Hukum Universitas Pakuan. (2009).
Muzakkir. “Generasi Muda
Dan Tantangan Abad Modern Serta Tanggung Jawab Pembinaannya.” Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Alauddin Makassar. (2015).
Hapsoh, Adinda S. “Peranan Karang Taruna Dalam Meningkatkan
Partisipasi Generasi Muda Di Desa Cilampeni.” Universitas Pendidikan Indonesia.
(2016).
http://communication.binus.ac.id/2018/08/27/alasan-mengapa-kita-harus-melanjutkan-pendidikan-di-perguruan-tinggi/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan
https://id.wikipedia.org/wiki/Perguruan_tinggi
0 komentar:
Posting Komentar