Rabu, 02 Januari 2019

AGAMA DAN MASYARAKAT


10.1    Fungsi Agama

Fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peratuaran, dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di sekeliling.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
1)      Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu   ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
2)      Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
Dimensi agama :
Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
1)      Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan    menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
2)      Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta relatif spontan.
3)      Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara yang supernatural.
4)      Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
5)      Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

10.2    Pelembagaan Agama

1.      Agama dan Masyarakat
Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Tipe-Tipe Kaitan Agama dalam Masyarakat :
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secra utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954):
1)      Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyrakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya :
2)      Agama memasukkan pengaruhnya yang sacral ke dalam system nilai masyarakat secra mutlak.
Dalam keadaan lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan.
3)      Masyarakat praindustri yang sedang berkembang.
Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi darpada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada system nilai dalam tiap mayarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sacral dan yang sekular itu sedikit-banyaknya masih dapat dibedakan.
4)      Masyarakat- masyarakat industri sekular
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.

2.      Pelembagaan agama
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya
1)      Islam : MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
2)      Kristen
a.       Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
b.      Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup).
3)      Hindu : Persada
Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat Hindu Indonesia.
4)      Budha : MBI
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
5)      Konghucu : Matakin
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara.

10.3    Agama, Konflik, Dan Masyarakat

Selain itu unsur konflik yang terbesar terjadi pula pada pengikut agama terbesar di dunia yaitu Abraham Religions, atau agama yang diturungkan oleh Abraham, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam. Hal yang menjadi masalah utama adalah tidak ada kesepakatan diantara ketiga agama tersebut tentang siapa nabi yang akan datang tersebut. Pihak Yahudi menyatakan belum datang nabi terakhir itu, sedangkan pihak Nasrani mengatakan Nabi Isa (Yesus Kristus) adalah nabi terakhir, lalu Islam mengklaim Nabi Muhhamad sebagai nabi terakhir.
 Keadaan ini kemudian semakin diperparah ketika tidak ada pengakuan dari masing-masing agam yang masih bersaudara tersebut. Ketika berbagai unsure non-theologis, khususnya politik, ekonomi, dan budaya, menyusup ke dalam masalah ini, konflik memang tidak dapat dielakkan.

Studi kasus

 

Pengeboman di Surabaya: 'Marah, sedih, dan trauma' jemaat gereja


Secara perlahan, umat gereja berkapasitas 1.500 orang itu mulai bangkit kembali, termasuk Pastur Rekan Aloysius Widyawan yang kehilangan enam jemaatnya.
"Kaget, marah, kok bisa seperti itu, sedih luar biasa, campur aduk," ungkap Romo Widyawan mengomentari serangan yang terjadi di gereja.
"Ditambah lagi, dengan suasana mencekam, harus memikirkan apa yang akan terjadi karena pasti orang pasti trauma, anak-anak terutama," tambahnya ketika diwawancarai wartawan BBC News Indonesia, Mehulika Sitepu dan Oki Budhi.
Bagaimana para perempuan menjadi pelaku teror dan membawa anak?
Tokoh agama dan ormas masyarakat mengutuk serangan bom tiga gereja di Surabaya
Anak-anak dalam teror pengeboman di Surabaya: Siapa terduga pelaku dan siapa korban
Perkataan Romo Widyawan merujuk kepada keluarga korban, semisal Wenny dan Erry Hudojo. Serangan bom pada Minggu (16/05) merenggut nyawa kedua anak mereka, Vincentius Evan dan Nathaniel Ethan.
Bom meledak ketika Evan dan adiknya hendak memasuki gereja. Erry, ayah kedua anak itu, sedang memarkir mobil. Wenny, sang ibu juga terluka.
Pada Rabu (16/05), ratusan orang menghadiri ibadah penutupan peti jenazah Evan dan Ethan di persemayaman Adijasa Surabaya.
Sebelum ibadah, Wenny, dengan kursi roda dan infus yang masih melekat di tubuhnya, memilah barang-barang pribadi kedua anaknya.
Meski pucat, Wenny tampak berupaya tegar, begitu pun suaminya.Jenazah Nathaniel Evan dan Vincentius Evan telah dimasukkan ke dalam peti untuk kemudian dimakamkan. Mereka adalah dua kakak-beradik yang menjadi korban serangan bom di Gereja Santa Maria Tak Bercela.
Ratusan orang menghadiri ibadah tutup peti dua kakak-beradik yang menjadi korban serangan bom. Bagi para umat di Gereja Kristen Indonesia Jalan Diponegoro, yang juga diserang pada Minggu pagi, pemulihan trauma adalah langkah penting.
"Nanti malam kita akan mulai melakukan pendekatan ke jemaat. Adakah jemaat-jemaat yang memerlukan layanan-layanan itu, pasti banyak anak-anak terutama dan orang dewasa yang mengalami trauma akibat kejadian kemarin ini," terang Daniel Theopilus Hage, Ketua Umum Majelis Jemaat GKI.
Dia mencontohkan trauma yang dihadapi seorang ibu di gerejanya yang ditemuinya saat evakuasi.
Sejumlah pekerja memperbaiki dan membersihkan Gereja Santa Maria Tak Bercela—salah satu gereja yang dilanda serangan bom.
"Ketika saya mengatakan, 'Bu, bisa pulang, bisa naik mobil sudah dijemput', dia ketakutan untuk naik mobil. Dia bilang, 'Pak bisa dicek di mobil saya ada bom atau tidak?'. Memang ekspresi wajahnya sangat ketakutan saat itu," kisah Daniel.

Di Gereja Santa Maria Tak Bercela dan GKI Jalan Diponegoro tampak hadir beberapa wakil dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) serta dari perwakilan beberapa gereja di kota lain untuk memberi dukungan kepada para jemaat.
Ketua GP Ansor Jateng, Sholahudin Aly (kiri), rohaniawan Katolik Romo Aloys Budi Purnomo (kedua kiri), rohaniawan Romo Notowardoyo (ketiga kiri), bersama sejumlah anggota Banser berdoa bersama untuk korban peristiwa bom Surabaya, Minggu (13/5).
Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Jawa Timur dan Indonesia, juga memberi dukungan dalam hal pengamanan.
"Tapi nanti apapun yang diperlukan dalam koordinasi aparat kepolisian dan pemerintah kota, (walikota) Bu Risma dalam hal ini, kita siap akan bantu, untuk fasilitas umum, keamanan di sekitarnya," kata Muhibbin Zuhri, Ketua PCNU Surabaya.
Dengan semua dukungan yang diberikan, Gereja Santa Maria Tak Bercela mengaku sudah siap untuk beribadah pada hari Minggu seperti biasa, namun masih menunggu instruksi dari kepolisian.
Gereja Kristen Indonesia juga sudah bisa beroperasi seperti biasa.
Adapun Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuno yang menderita kerusakan paling parah, masih diberi garis polisi.
"Misalnya potongan-potongan tubuh, itu masih berceceran, itu yang kita cari. Untuk kita satukan, kita identifikasi," papar Juru bicara Polda Jatim, Frans Barung Mangera.
Hingga saat ini, bom bunuh diri di tiga gereja memakan 13 korban sipil. Di antara para jenazah, terdapat terduga pelaku, yakni keluarga yang terdiri dari enam orang— termasuk dua anak perempuan.

Solusi :
·         Mencegah adanya ajaran agama yang radikalis
·         Menjaga Persatuan Dan Kesatuan
·         Meningkatkan Pemahaman Akan Hidup Kebersamaan
·         Menyaring Informasi Yang Didapatkan


Daftar pustaka





0 komentar:

Posting Komentar